Di zaman kolonial, di kalangan etnik Maori, cantik adalah besar dan gemuk. Perempuan Jawa dikagumi lantaran bagian belakang-bawahnya yang besar dan bulat, menandakan mudah melahirkan dan banyak anak. Di Lembah Baliem (Papua), payudara yang turun jadi idaman perempuan dan impian pria.
Tahun 50an, kecantikan perempuan dirujuk pada bentuk gitar spanyol: payu padat berisi, pinngang sekecil mungkin dan membesar lagi di bagian pinggul . Era 60an muncul kualitas cantik ala twigy yang super ramping dari atas ke bawah.
Kini kecantikan perempuan terutama di Asia, khususnya Indonesia-selalu diidentikan dengan kulit putih, rambut kemerah-merahan, hidung mancung, dan berbadan langsing.
Label "jelek" secara semena-mena diberikan kepada perempuan yang secara kebetulan tidak memenuhi kriteria di atas.
Kecantikan dan kesempurnaan fisik menjdi ukuran ideal sehingga banyak yang berusaha mengejar kecantikan dan kesempurnaan dengan bantuan kosmetik, gymnastic, fashion yang up to date . Ke salon untuk menata rambut mode mutakhir, sampai melakukan koreksi wajah dan tubuh di sana sini.Dan tidak sedikit koreksi bentuk dan ukuran bagian-bagian tubuh yang dianggap simbol kecantikan dilakukan dengan operasi, walaupun banyak kisah sedih korban oerasi kecantikan seperti itu.
Padahal, cantik bukan segalanya. Dan tidak cantik bukanlah kiamat.
Cantik adalah nilai tambah yang imateril, lebih pada kepribadian, dan sistem nilai ,karena apabila cantik adalah fisik, pasti tidak akan bertahan lama.
Istri saya cantik, karena saya mencintai dan menyayanginya.
Istri saya cantik, karena menjaga dirinya dalam berbusana, sesuai syariat Islam,
Istri saya cantik, karena menyayangi dan menerima saya sebagai suami dalam suka dan duka, dalam lapang dan sempit.
Istri saya cantik, karena saya mencintai dan menyayanginya.
Istri saya cantik, karena menjaga dirinya dalam berbusana, sesuai syariat Islam,
Istri saya cantik, karena menyayangi dan menerima saya sebagai suami dalam suka dan duka, dalam lapang dan sempit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar