Pertengahan Oktober ini, Presiden akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden (perpres) pengalihan TNI dari seluruh kegiatan bisnis.
UU TNI sudah memerintahkan itu sejak Oktober, 5 tahun silam. Tim yang dibentuk untuk mengurus proses itu, sudah melaporkan lebih dari seribu aktivitas bisnis. Dari temuan itu, tim merekomendasikan beberapa hal agar nantinya TNI benar-benar berfungsi sesuai tugas pokoknya.
Namun, kalangan LSM meragukan, upaya pengalihan yang sudah berjalan saat ini akan bisa menghasilkan TNI profesional, seperti dimaui UU. Kenapa?
Puluhan angkutan kota berlabel Trans Halim Unit Puskopau berderet di salah satu ruas jalan di Cililitan, Jakarta Timur.
Para supir angkutan kota itu bercerita, dalam sehari mesti setor 120 ribu rupiah kepada para pemilik mobil yang mereka bawa. Sementara pemilik, juga harus menyetor uang 100 ribu rupiah per bulan kepada Pusat Koperasi milik TNI Angkatan Udara, Puskopau. Mereka adalah pengelola angkot Trans Halim yang melintas di kompleks Halim Perdana Kusuma ini. Sehari-harinya, ada sekitar 175 angkot Trans Halim yang beroperasi di sekitar Bandar Udara Halim Perdana Kusuma itu.
Masih dari Jakarta Timur, geliat bisnis yang diduga melibatkan TNI juga ada. Sebuah pusat perbelanjaan terkemuka berdiri di Kompleks Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa TNI AU Saryanto.
Tidak menutup kemungkinan, kedua contoh kegiatan bisnis tadi, akan menjadi bagian dari 1.300-an kegiatan bisnis yang bakal diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah. Menurut Silmy Karim.
Silmy Karim: Kegiatan tersebut. Jadi kalo kita kan main di tataran kebijakan mas. Jadi kalo koperasi TNI, koperasi melayani anggotanya. Berarti yang dilayani adalah anggotanya. Kalo yang misalnya di luar anggota, berarti tidak dilayani. Kan hal-hal seperti itu bisa dijabarkan dengan baik. Kalo ini melayani pihak luar, ya jelas tidak boleh.
Itu tadi, Juru Bicara Menteri Pertahanan untuk Urusan Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI, Silmy Karim. Ia menegaskan, UU TNI tahun 2004 melarang TNI berbisnis. UU menilai kegiatan berbisnis hanya akan mengurangi kemampuan TNI dalam menjalankan tugas-tugasnya, seperti mengatasi gerakan separatis bersenjata, aksi terorisme dan menjaga wilayah perbatasan.
Keterlibatan Bisnis
Dalam perjalanan sejarah negeri ini, keterlibatan tentara dalam bisnis sudah terjadi sejak 1945. Pada masa-masa perang kemerdekaan, aparat militer bahkan harus membiayai dirinya sendiri. Setelah Belanda terusir dari negeri ini, kontrol atas perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia dipegang oleh TNI. Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, puncak bisnis militer terjadi pada tahun 1980-an.
Dalam perjalanan sejarah negeri ini, keterlibatan tentara dalam bisnis sudah terjadi sejak 1945. Pada masa-masa perang kemerdekaan, aparat militer bahkan harus membiayai dirinya sendiri. Setelah Belanda terusir dari negeri ini, kontrol atas perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia dipegang oleh TNI. Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, puncak bisnis militer terjadi pada tahun 1980-an.
Jaleswari Pramodhawardani: Tahun 80-an itu kan puncaknya ketika perusahaan, yayasan, kemudian kan di TNI betul betul mengalami euphoria di masa itu. Nah, tetapi karena memang TNI tidak mempunyai ketrampilan untuk berbisnis dan tidak dididik untuk berbisnis, maka lambat laun asset mereka dan kemudian nilai bisnis mereka turun, banyak ditutup dan bangkrut dan akhirnya mencapai 2,2 triliun
Gelombang era reformasi, memaksa TNI keluar dari dunia bisnis. Hingga keluarlah Tap MPR tahun 2000 agar TNI menarik diri dari dunia politik.
Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah memisahkan TNI dari bisnis adalah dengan membentuk Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI. Tugas tim adalah mendata aktivitas bisnis TNI. Hasilnya, TNI punya 23 yayasan, lebih dari 1300 koperasi dan 53 Perseroan Terbatas. Perusahaan itu sebagian besar dimiliki oleh yayasan. Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI dipimpin oleh bekas anggota Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
Erry Riyana Hardjapamekas: Kesimpulan rekomendasi itu ada empat. Yang pertama adalah sama sekali keluar dari bisnis termasuk koperasi, yang kedua semua bisnis diserahkan kepada departemen terkait kecuali koperasi. Koperasi pun ada batasnya, puskop dan inkop ditiadakan karena melibatkan perwira aktif. Rekomendasi kedua, dialihkan saja semuanya ke dephan. Yang ketiga dan keempat saya lupa.
Rekomendasi lain yang terlupa dari ingatan Erry adalah menggabungkan yayasan dan koperasi TNI dengan yayasan dan koperasi sejenis yang ada di bawah Departemen Pertahanan. Upaya itu dilakukan setelah ada audit hukum dan keuangan. Dari pendataan Tim yang dipimpin Erry Riyana, diketahui, total aset bisnis bersih TNI sekitar 2,2 triliun rupiah.
Belum Legal
Sayangnya, pendataan ini belum termasuk bisnis ilegal. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid memperkirakan, nilai aset bakal lebih besar lagi.
Sayangnya, pendataan ini belum termasuk bisnis ilegal. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid memperkirakan, nilai aset bakal lebih besar lagi.
Usman Hamid: Kalo problem-problem fundamentalnya tidak tersentuh, sulit kita berharap bisa penghapusan secara total. Belum lagi kalo kita masuk pada skandal-skandal jual beli alutsista. Mulai dari pembelian pesawat Fokker, juga kasus kusumayadi, bekas asisten logistik TNI yang menyimpan senjata dalam jumlah besar dan penyalahgunaan dana asabri. Itu penyelesaiannya juga tidak ada.
Tak heran banyak pihak kecewa dengan hasil audit. Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras, Usman Hamid salah satunya.
Menurut Usman Hamid, perusahaan-perusahaan seperti exxon mobil dan freeport, itu kan memberikan pembayaran secara sah lewat pajak negara, bahkan salah satu yang terbesar dalam pajak nasional. Tetapi kelihatannya mereka hasil harus mengeluarkan kocek lebih ekstra untuk pengamanan bisnis mereka. Nah ini yang saya tidak melihat itu dipertanggungjawabkan. Ituyang saya rasa seperti nggak tertembus oleh Tim Nasional Pengambilaihan Aktivitas Bisnis TNI. ini yang saya sayangkan.
Apa yang disampaikan Usman Hamid tadi, hanya satu contoh seputar dugaan praktek kegiatan bisnis TNI di luar tugas pokok, seperti menjaga kedaulatan negara. Juru Bicara Menteri Pertahanan urusan Pengalihan Bisnis TNI, Silmy Karim mengatakan, Tim Nasional tidak mengurusi masalah seperti itu.
Masalahnya, kata Usman Hamid, jika kegiatan yang non formal itu tak diberesi, pengalihan bisnis TNI tak akan pernah tuntas.
Masalahnya, kata Usman Hamid, jika kegiatan yang non formal itu tak diberesi, pengalihan bisnis TNI tak akan pernah tuntas.
Usman Hamid: Yang dulu kita persoalankan sebagai praktek yang menyimpang, dari tugas pokok TNI, kok malah ndak tersentuh? Kalo problem-problem fundamentalnya tidak tersentuh, sulit kita berharap ada penghapusan secara total. Belum lagi kalau kita masuk dalam skandal-skandal jual beli alutsista dari mulai jual beli pesawat fokker dan sebagainya. Itu dulu juga bermasalah, tapi sampai sekarang tidak ada pertanggungjawaban. Atau kasus seperti kusumayadi, bekas aslog TNI AD yang menyimpan senjata di rumahnya dalam jumlah besar. Mengendap begitu saja, penyalahgunaan dana asabri, itu penyelesaiannya juga ndak ada.
Itu satu dari tiga kegiatan bisnis TNI lainnya yang teridentifikasi oleh Tim Nasional. Tiga lainnya meliputi; yayasan, koperasi dan penggunaan barang milik negara di luar tugas pokok TNI. Misalnya ada lahan negara yang disewakan untuk lapangan golf atau pusat perbelanjaan.
Kurangi Profesionalisme TNI
Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jaleswari Pramodhawardani mengatakan sekecil apapun kegiatan bisnis, hanya akan mengurangi profesionalisme TNI. Karena itu, tetap harus dihentikan.
Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jaleswari Pramodhawardani mengatakan sekecil apapun kegiatan bisnis, hanya akan mengurangi profesionalisme TNI. Karena itu, tetap harus dihentikan.
Jaleswari Pramodhawardani: Kita tahu bahwa dengan mereka bisnis, katakanlah ini bisnis kecil-kecilan sekalipun, ini kan mereka tidak bisa fokus pada tugas pokoknya. Kita akan selalu mendebat, kan tidak ada perang. Tapi soal kesiapsiagaan, itu harus. TNI kan tugasnya latihan-latihan-latihan. Bisnis yang dilakukan dengan senjata itu sangat berbahaya dan ada distorsi yang ada di sana.
Dalam laporan, Tim Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI mengaku tak punya cukup bukti untuk mengungkap kegiatan bisnis pengamanan yang dilakukan TNI. Ketua Tim Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, untuk memverifikasi 1300-an bisnis resmi TNI saja, tak ada waktu cukup.
Erry Riyana Hardjapamekas: Ya, saya pikir bisa maklum , tapi mohon juga dimaklum bahwa waktunya begitu sempit, praktis kurang dari 6 bulan, sampai kami mengerahkan mahasiswa STAN, kemudian bantuan dari TNI, Dephan, Keuangan, Sekneg. Itulah maksimal yang bisa kami lakukan. Memang seyogyanya ada audit, legal audit untuk kontrak-kontrak kerjasama dan sebagainya. Itu semata-mata sudah terpikir, tapi karena terbatas waktu. Waktu itu kami memaksakan diri selesai oktober 2008, agar pemerintah punya waktu 1 tahun untuk pelaksanaan proses rekomendasi
Berhasil atau tidak penghentian TNI berbisnis, aktivis punya indikator sederhana untuk melihat, apa upaya mempreteli bisnis TNI berhasil atau tidak. Koordinator Kontras, Usman Hamid.
Usman Hamid: Salah satu efek domino praltek-praktek bisnis itu kerap kali terefleksi dalam perkelahian antara satuan-satuan. Selama masalah bisnis ini tak terselesaikan, pertikaian-pertikaian itu merefleksikan perebutan akses ekonomi, sumberdaya. Itu terjadi di mana-mana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar